Bahagia itu pilihan
menurutku. Kalau dilihat, mungkin tinggal di kamar sempit berwarna biru ini
membuat kita tidak senang. Kalau ada yang bertanya kepadaku, apakah aku
bahagia? Tentu saja aku jawab dengan lantang bahwa aku sangat bahagia. Teman –
teman yang baik, yang nyaman dan tentu saja Dinah. Dinah adalah alasan yang
paling utama. Berada di tempat ini bersama Dinah, adalah hal yang paling membuatku sempurna.
Beberapa tahun lamanya aku sudah mengenalnya, selalu melihatnya dari matahari
mulai terlihat sampai lampu – lampu ruangan dimatikan.
Meski bersama, tetapi
aku masih saja belum bisa menyatakan perasaaanku padanya. Padahal, sudah
beberapa kali Beruang mengajarkanku bagaimana cara menyatakan cinta kepada
wanita, namun tetap saja aku tidak bisa. Sebenarnya, waktu itu Barbie juga sudah meyakikanku, kalau Dinah pernah bercerita bahwa dia juga
menyukaiku, namun tetap saja aku malu untuk menyatakanku. Sampai kapan aku
hanya bisa menyimpannya?.
Aku sangat mengagumi Dinah, bahkan
memujanya. Lengkap dengan bentuk
hidungnya yang nyaris sempurna, bibir yang selalu ingin ku cium, juga mata bulatnya
yang menggoda. Rambutnya yang pirang berombak, tergerai indah dengan hiasan
pita merah di atasnya. Semuanya tampak serasi dengan baju biru dan rok tutu warna merah muda yang
dipakainya.
Sore itu, aku melihat
Dinah diam tidak seperti biasanya. Sepertinya, aku harus tahu apa yang membuat
wajah Dinah tampak sedih. Aku tidak mau
wanita yang aku cinta harus berduka.
“Hai, kamu baik – baik
sajakah?, “ sapaku.
Kekhawatiran jelas
tampak di wajahnya. Namun, semua itu tidak mengurangi keelokannya. Beruntunglah
aku, lampu yang terang membuat aku bisa menikmati keindahan wajahnya dengan
jelas.
“Hai Andy, aku baik – baik saja.”
“Jadi, apakah Ibu Besar
akan datang?,“ tanyaku.
“ Aku harap tidak, “
jawabnya khawatir.
Kesunyian dan
kekhawatiran kembali menyapa kami. Ingin aku katakan padanya untuk tidak
khawatir. Aku, Andy, akan menjaganya
agar tidak ada yang bisa lagi menganggunya. Tubuhku yang kurus dan topi koboy
lusuhku ini mungkin terlihat lemah, namun mereka lupa bahwa aku punya pistol di
pinggangku. Aku yakin, aku bisa menjaga Dinah.
“ Andy..”
“ Iya ?.”
“ Apakah kamu mau
memainkan Banjo untukku?, “ pintanya.
Dengan angggukan halus
aku menjawabnya. Perlahan aku mulai
memetik banjo ku dan bernyanyi. Angin sayup – sayup membuat suaraku seperti
menyihir ruangan. Barbie, Ken dan Beruang yang sedari tadi hanya diam melihat, terbangun
dari tempatnya dan ikut
bernyanyi dan menari bersama kami. Dinah tersenyum ikut menggerakkan kakinya
seiring petikann yang aku mainkan. Kami
menari mengikuti irama, tertawa, saling berangkulan dan bahagia. Kebersamaan
ini tidak boleh berakhir begitu saja, kami yakin akan selalu bersama.
...I’ve been working on the railroad
All the livelong day
I've been working on the railroad
Just to pass the time away
Can't you hear the whistle blowing
Rise up so early in the morn
Can't you hear the captain shouting
Dinah, blow your horn
Dinah, won't you blow
Dinah, won't you blow
Dinah, won't you blow your horn
*****
Malam makin larut dan sepi, dan aku masih saja
terjaga. Jam dinding ditembok sudah menggerakkan
jarum di tubuhnya ke angka 12 dan satu. Seperti biasa, Bella, gadis penyayang
pemilik kami sudah memeluk Beruang. Mereka
tampak saling merindukan dan menyayangi.
Bagaimana tidak, setiap pulang dari sekolah, Bella selalu memeluk
Beruang. Begitupun setiap malam, Bella
selalu mengambil beruang dan menciumnya, kemudian akan dibawanya ke tempat
tidur menemaninya. Barbie juga sudaih tertidur bergandengan tangan bersama Ken.
Semua tahu, Barbie dan ken memang sepasang kekasih yang tak bisa dipisahkan.
Namun, aku lihat di sampingku, Dinah seperti resah.Matanya biru indahnya masih
berkedip terbuka.
“
Tidurlah Dinah, sebentar lagi pagi, “ ujarku
“
Hmm...sepertinya aku tidak belum bisa memejamkan mataku”
“
Kamu kedinginan?, “ tanyaku.
“
Tidak...”
“
Kamu masih memikirkan perkataan Ibu Besar?”
“
Iya, aku takut kalau apa yang dikatakannya akan menjadi kenyataan.”
“
Sudahlah, ayo kita beristirahat.”
“Andy,
boleh aku bertanya? “
“
iya?”
“
Andy, bagaimana kalau kita memang aku harus pergi jauh tanpa kamu? Tanpa ada
teman –teman di sini, dan tanpa Bella. Aku takut sepi, aku takut kita tidak
bisa bernyanyi bersama lagi. Aku takut di tempat baru nanti aku tidak akan bisa
mendengarkan suara Banjomu, ” ucapnya pelan dengan tatapan yang sendu.
Aku hanya bisa diam dan menatapnya. Perlahan aku raih
jari – jari kecilnya kedalam genggamanku. Dinah tersenyum mendekatkan kepalanya kepadaku, dan
menyandarkannya ke bahuku. Pelukan aku eratkan, tanpa kata – kata. Dinah sangat lembut, bagaimana cara aku
memberi tahunya tentang perasaanku yang jugakhawatir bila tidak bersamanya?
Bagaimana aku harus mengakui bahwa aku juga akan bersedih apabila dia pergi?.
Sekali lagi aku hanya bisa merutuki ketidakmampuanku untuk mengatakan apa yang
ku rasa. Aku percaya, cinta terkadang
tidak perku kata- kata. Kami akan tetap diam seperti ini, menikmati kebersamaan
tanpa harus ada kata- kata.
Perkataan Ibu Besar beberapa hari yang lalu memang
mengganggu kami semua. Padahal, Ibu
Besarlah yang membawa kami ke rumah ini dari toko kotor itu. Atas permintaan
anakknya yang cantik, Bella. Bella sebenarnya menyayangi Dinah, tapi entah kenapa sejak
ulang tahunnya yang ke 13, dia semakin jarang bermain dengan kami. Bella sibuk
dengan semua les bahasa Inggris, matematika bahkan les menari juga dia ikuti.
Bukan hanya itu, terkadang Bella juga sibuk dengan semua buku dan alat tulisnya,
lupa bahwa kami ada di sampingnya. Iya, dan aku masih ingat pagi itu, dimana kekhawatiran
kami dimulai.
“
Bellaaaa..,”
“ Kenapa Ma?.
”
“ Kamu sudah
tidak masih bermain dengan mereka itu? “ Ucap Ibu Besar melihat kami
“ Aduuuh
Maa...mereka semua teman Bella Ma”
“ Tapi..hmmm
..maukah kau berikan satu saja buat Dania?, ” Ucap Ibu Besar menyebut nama anak kecil yang
rumahnya di ujung jalan.
“ Yang mana
Ma?”
“Dinahmu
saja, bukannya dia tidak pernah kamu mainkan?”
“ Baiklah Ma,
nanti aku bereskan dan akan aku berikan kepada Dania, Mama mau menengok
Dania?”
“Iya,Mama
akan ke rumahnya nanti hari Minggu, kamu temenin mama ya ..”
“ Baik Ma,
nanti Bella siapkan Dinah, akan Bella berikan kepada Dania “
****
Ini hari minggu pagi. Kekhawatiranku semakin menggila.
Dinah tampak sedang bercanda dengan
Barbie dan Ken dan
“ Dinah, teman – teman semua, ayo kita bernyanyi
lagi, “ ajakku mulai memetik banjoku dengan irama yang menghentak.
“Baiklah, ayo kita menari, “ ajak Dinah semangat.
Pagi itu kami semua tersenyum, menari dan mencoba
melupakan semua kekhawatiran kami. Beruang yang lucu menyelingi dengan cerita
lucunya, Ken berpuisi semua, dan Barbie juga
meneceritakan tentang kisah cinta yang indah. Semua tertawa berbahagia.
“...krek..”. Suara pintu kamar terbuka. Kami mendadak terdiam dan
melihat siapa yang datang. Iya, ternyata Bella dan Ibu Besar. Aku lihat Bella dan Ibu Besar sudah rapi dan
cantik, sepertinya mereka jadi untuk pergi mengunjungi Dania.
“ Ma, Bella
ambil Dinah dulu ya, ”ujar gadis itu, sambil berjalan mencari kotak yang ada di
atas lemari belajarnya.
Dinah yang sedar tadi juga memperhatikan mereka tampak
tidak terkejut. Sepertinya dia sudah siap untuk meninggalkan kita semua. Aku
tidak tahu apakah Dinah sudah tidak takut lagi untuk berpisah denganku, dengan
teman – teman semua.
“ Dinah?”
“ Iya Andy “
“ Sepertinya mereka benar – benar membawamu ke rumah
Dania..”
“ Andy, aku tidak takut lagi, tadi Beruang sudah
memberitahuku bahwa Dania adalah anak yang baik, dan dia sedang sakit Kanker.
Makanya, aku akan disana menemaninya “
“Aahh.. benar begitukah Beruang? “
“ Iya benar Andy, Dania akan senang sekali kalau Dinah
bisa menemaninya, dan dia akan lupa dengan sakitnya, aku akan selalu
mendoakanmu Dinah “ ucap Beruang tersenyum.
“ Dinah, kamu adalah sahabat terbaikku, aku akan
merindukanmu, semoga Dania mecintaimu ..,” ucap barbie memeluk Dania.
“ Dinah, jaga dirimu ya,kami akan merindukanmu “ ucap
Ken
Dinah tersenyum memeluk mereka bertiga. Sedangkan aku
masih terdiam, mencoba menyusun kata Dinah. Ingin aku katakan bahwa aku akan
selalu mencintainya, aku bersedih apabila dia pergi, namun aku akan bahagia
apabila dia pergi untk cinta. Aku tidak ingin menjadi bodoh lagi dan menyesal
karena tidak mengatakannya
Sayup – sayup aku dengar Ibu Besar berbicara kepada
Bella.
“ Bella
sayang, terima kasih ya untuk berbagi bonekamu..”